SINARJAMBI.COM – Sidang gugutan pembajakan film Keluarga Cemara yang diajukan pembuat filmnya, Visinema Pictures kembali akan bergulir di Pengadilan Negeri Jambi, Kamis (4/2/2021) siang. Keberanian pihak Visinema menggugat pelaku pembajakan film-film produksinya patut diacungi jempol.
Sebagai pelaku industri perfilman, Visinema tak ingin kasus pembajakan yang telah lama terjadi sebelum-sebelum ini terus berlangsung. Pemerintah tentu akan kehilangan potensi penerimaan pajak dari film yang dibajak.
Angga Sasongko selaku CEO Visinema yang akan memberikan keterangan di persidangan meminta pemerintah serius dalam pemberantasan kejahatan digital ini.
“Jadi saya disini sebagai pemilik filmnya akan memberikan keterangan kepada pengadilan, itu dulu sih yang saya tahu. Sekarang saya kan ada di hadapan hakim pengadilan sebagai saksi. Nanti tergantung pertanyaan hakim ya,” ujarnya kepada wartawan di PN Jambi, Kamis (4/2/2021) siang.
“Tapi intinya yang saya mau jelasin disini juga bahwa, kenapa saya ada di sini. Sebagai CEO dari Visinema, juga sebagai pemilik film Keluarga Cemara gitu bahwa sebenarnya apa yang dilakukan oleh tersangka bukan cuman merupakan kerugian buat Visinema, tapi juga ada banyak sekali kerugian yang didapat oleh negara.”
“Sebenarnya kalau teman-teman bisa bayangin, kalau misalnya dalam distribusi digital pendapatan saya sebagai pemilik, pasti akan ada pajak lisensinya. Kalau misalnya saya aja mungkin yang sekitar 100 juta sampai 150 juta pajak yang harusnya saya bayarkan ke pemerintah, itu hilang dari pendapatan negara.”
“Kalau tersangka udah ngebajak sekitar 1000 film, dikali aja 1000. Kalau melihatnya cuman dari Saya mungkin nggak besar Rp 100 juta. Kalau di sana ada 1000 (film yang dibajak) berarti kan (kerugian negara) hampir 100 miliar dong,” ujarnya panjang lebar sebelum persidangan.
Dirinya pun berkisah banyaknya keluhan serupa yang dialami pelaku industri film Indonesia. Namun, rumit dan bakal menyita waktu proses suatu hukum menjadi alasan tak membawa ke meja hijau.
Mengingat kasus ini adalah delik aduan, tentu diperlukan sikap pro aktif pelaku industri film mengadukannya. Angga Sasongko berandai agar kasus seperti ini menjadi delik biasa, tentu akan mendorong penegak hukum bertindak cepat.
“Teman-teman wartawan sama publik yang juga perlu tahu bahwa pembajakan ini komplit, secara hukum rumit. Karena kita harus melaporkan, gitu. Jadi bukan delik aduan biasa, jadi kita harus melaporkan.”
“Kebetulan yang kita laporkan Keluarga Cemara gitu ya dan sebenarnya kita, yang kita laporkan banyak. Cuman yang ketangkep cuman si tersangka ini aja dan satu masih buron kan. Tapi di dalam platform itu ada ribuan film gitu. Bukan film saya aja gitu. Tapi mungkin yang melapor dan akhirnya mengikuti proses yang panjang dan prosesnya lumayan panjang 4 bulan lebih, ya itu Saya. Mungkin cuman iseng aja, tapi mudah-mudahan apa yang, yang bisa saya lakukan hari ini di Jambi membawa pelakunya ke meja pengadilan, langkah baru untuk pemberantasan atau gerakan kita bersama melawan pembajakan film,” jelas Angga Sasongko.
Tak hanya potensi kerugian negara, keuntungan besar pelaku dari iklan yang muncul di website pelaku sangat besar. Parahnya, kata Angga Sasongko, ada pemasang iklan yang konten judi dan pornografi. Uang iklan yang di klik masyarakat akan mengalir ke luar negeri.
“Pemilik websitenya mereka (pelaku) berdua. Apakah itu iklan judi sampai iklan pornografi. Iklan judi ya, kalau anda klik dan anda membawa uang dari Indonesia ke luar negeri. Apakah ini sebuah kerugian untuk Kaminya doang, enggak. Ini kerugian buat semua. Bayangin kalau misalnya dari pajak lisensi aja satu tahun pemerintah bisa dapat 100 miliar misalnya, itu kan bisa buat rumah sakit, bisa buat sekolah, bisa bikin jalan, bisa bikin pengairan.”
“Gara-gara orang-orang kayak gini, pertama negara kehilangan pendapatan film, tapi mereka mendapatkan luar biasa besar dari iklan yang muncul,” sesal Angga.
Modus pelaku, kata Angga cukup licik. Jika satu website diketahui, mereka akan membuat website lain. Terus begitu.
Selama 15 tahun berkecimpung pembuatan film, selama itu pula Ia mengalami pembajakan. Sampai akhirnya Angga Sasongko memberanikan diri menggugat.
“Karena memang untuk bisa sampai di titik ini juga nggak gampang, panjang. Perlu ada energi, ada waktu, ada resources yang harus dikeluarkan. Kalau misalnya ini jadi delik biasa, lalu kemudian penegak hukum memburu maka segera ini bisa diberikan penindakan sejak awal,” ujar pria berkacamata ini.
Diketahui, sebelum memasuki persidangan pertama, tersangka pembajakan AFP telah berhasil ditangkap oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada Selasa, 29 September 2020 sekitar pukul 23:00 WIB. Pelaporan kasus ini sudah dilakukan sejak 20 Juli 2020.
Karya Visinema Pictures yang dicuri, diunggah, serta ditayangkan secara ilegal di platform website bernama DUNIAFILM21 adalah, Keluarga Cemara. Film yang meraih 1,7 juta penonton bioskop di awal tahun 2019 itu diputar secara utuh atau ditayangkan secara online dengan cuma-cuma bagi pengunjung website tersebut.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, dalam penelusuran kasus pembajakan ini AFP telah melakukan pembajakan sekitar 3.000 judul film lokal dan import sejak tahun 2018. Hal ini terdakwa lakukan untuk mencari keuntungan dari iklan yang didaftarkan, mengingat judul film-film tersebut cukup terkenal.
CEO dan Founder Visinema, Angga Dwimas Sasongko pun mengatakan bahwa, sidang ini mewakili seluruh kreator di Indonesia, yang hasil karyanya telah dibajak. Pembajakan film menurutnya adalah sebuah kejahatan yang tidak bisa ditolerir dan Visinema berkomitmen untuk terus mencari dan memproses siapapun yang telah melakukan pembajakan IP.
“Ini babak baru perlawanan kita terhadap pembajak film. Perbuatan yang melawan hukum selayaknya memang dibawa ke pengadilan. Saya berharap prosesnya berjalan adil dan dapat memberikan preseden penegakan hukum pada pembajakan karya cipta yang selama ini selalu dipandang sebelah mata. Saatnya karya cipta Indonesia dihargai di negaranya sendiri,” terang Angga, (28/1).
Pelaku disangkakan melanggar Pasal 32 ayat (1) Jo Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kemudian, tersangka juga dikenakan Pasal 113 ayat (3) jo Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Apabila dalam persidangan tersangka terbukti bersalah, maka ia akan dikenakan sejumlah pasal di atas dengan maksimal denda sebanyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Angga pun turut mengimbau semua kalangan agar terus mendukung dan menghargai semua karya cipta anak bangsa dengan cara mengakses segala Kekayaan Intelektual secara sah dan legal pada platform online yang telah memiliki izin terhadap penayangan Kekayaan Intelektual seperti musik, video, film dan lainnya. (Rolan)
Discussion about this post