SJNARJAMBI.COM – Anggota Komisi VI DPR RI Nevi Zuairina meminta Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) tetap fokus melindungi konsumen meskipun dengan keterbatasan yang ada. Dikatakannya, saat ini masyarakat banyak melakukan pengaduan terkait sektor e-commerce seperti phising (kejahatan daring), refund hotel, tiket pesawat hingga Kode OTP (one-time password).
Nevi mengatakan, tiga isu fundamental penguatan kelembagaan edukasi dan sosialisasi masif sinkronosasi dan kebijakan perlindungan konsumen mesti dapat terealisasi. Penguatan kelembagaan, edukasi dan sosialisasi, serta sinkronisasi kebijakan perlindungan konsumen yang tersebar di sejumlah sektor dan daerah.
“Isu kebijakan perlindungan konsumen ini mesti benar-benar dapat terealisasi di lapangan sehingga masyarakat dapat merasakan langsung akan perlindungan konsumen ini. Jangan sampai, seluruh instrumen di BPKN terjebak hanya melakukan rutinitas,” ucap Nevi dalam siaran persnya, Senin (22/2/2021). Kepada pimpinan BPKN yang baru saja dilantik, ia berharap agar lembaga tersebut dapat melakukan terobosan inovasi kreasi untuk perlindungan konsumen.
Legislator dapil Sumatera Barat II ini menjelaskan, BPKN ini merupakan lembaga strategis dalam melayani masyarakat Indonesia yang bertanggungjawab secara langsung kepada presiden. Oleh karenanya BPKN harus mampu merumuskan dan merekomendasikan kebijakan perlindungan konsumen.
Dalam hal penguatan perlindungan konsumen yang merata hingga ke daerah-daerah, BPKN juga harus melakukan harmonisasi dengan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK yang bertanggung jawab untuk meningkatkan literasi konsumen di tingkat daerah.
Namun saat ini, lanjutnya, tidak semua wilayah sudah terbentuk LPKSM dan BPSK. Data Bappenas pada 2017 menunjukkan hanya ada 66,7 persen kabupaten/kota yang memiliki BPSK. Hal ini berakibat pada minimnya akses konsumen untuk mendapatkan informasi dan mendapatkan advokasi terkait keluhannya pada transaksi e-commerce.
“Saat ini sudah sangat banyak aduan dari masyarakat dari selama tahun 2020. Lebih dari 1.176 aduan telah ajukan terutama di sektor e-commerce. BPKN harus memiliki strategi kuat untuk mengatasi ini untuk melindungi hak konsumen,” tuturnya.
Ia menyarankan, agar tingkat literasi konsumen dan keberadaan lembaga perlindungan konsumen harus semakin di masifkan sebagai program andalan. Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran yang begitu besar, agar program tersebut mempunyai desain yang efektif dan mengutamakan daerah. Karena saat ini banyak daerah tanpa lembaga perlindungan konsumen dan dengan IKK rendah.
“Fraksi PKS, mendorong BPKN untuk lebih aktif dalam melakukan tugas-tugas perlindungan konsumen. BPKN sebagai badan resmi dari pemerintah yang telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK),” ujar Nevi.
Dengan kucuran dana sekitar Rp 10 miliar per tahun, sambungnya, seharusnya BPKN mampu mengambil peran besar, dengan lebih aktif menangkap persoalan yang terkait dengan perlindungan konsumen di masyarakat. “Yang perlu diperhatikan adalah fungsi ini tidak berjalan baik, maka DPR dapat saja meninjau ulang keberadaan BKPN dalam melakukan perlindungan konsumen,” tutup Nevi Zuairina. (dep/es)
Discussion about this post