SINARJAMBI.COM – Indonesia sebagai negara demokrasi telah menjadikan pemilu sebagai salah satu pilar utama dari sebuah proses akumulasi kehendak masyarakat berdasarkan prosedur demokrasi untuk memilih pemimpin.
Dalam hubungan antara rakyat dengan kekuasaan negara dalam pemilu, ada dua teori yang lazim dikembangkan, yaitu teori demokrasi langsung (direct democracy) dan teori demokrasi tidak langsung (representative democracy). Artinya kedaulatan rakyat dapat dilakukan secara langsung dimana rakyatlah yang melaksanakan kekuasaan tertinggi yang dimilikinya. Namun, di zaman modern sekarang ini dengan kompleksitas permasalahan yang dihadapi, bentuk semacam ini hampir tidak lagi dapat dilakukan. Karena itu, hal yang lebih populer dewasa ini adalah ajaran demokrasi yang tidak langsung atau demokrasi perwakilan (representative democracy).
Kontekstasi ini dapat diartikan bahwa pemilu adalah cermin kedaulatan rakyat dalam negara demokrasi. Keberhasilan pelaksanaan Pemilu merupakan tanggung jawab seluruh anak bangsa sebagaimana slogan demokrasi yang kita kenal yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu menyebutkan pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam asasnya pemilu harus dilaksanakan secara adil, pemilu harus memiliki keadilan, ini memiliki makna yang luas. Berbicara keadilan pemilu setidaknya ada tujuh indikator, sebagai berikut: (a) kesetaraan suara (equality of voice) (b) ketaatan hukum (lawfulness), (c) partisipasi seluruh stakeholders; (d) kompetisi yang fair di antara kontestan termasuk persoalan penanganan praktik politik uang (money politics), (e) integritas pemilu, meliputi proses dan hasil pemilu, (f) independensi dan profesionalitas penyelenggara dan manajemen pemilu,
Prinsip kedaulatan rakyat pada dasarnya memposisikan bahwa rakyatlah yang mempunyai kekuasaan yang tertinggi, rakyatlah yang menentukan corak dan cara
pemerintahan dan rakyatlah yang menentukan tujuan apa yang hendak dicapai oleh negara.
Prinsip demokrasi atau kedaulatan
rakyat dapat menjamin peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan sehingga setiap peraturan perundang-undangan yang diterapkan dan ditegakkan benar-benar mencerminkan perasaan keadilan masyarakat.
Pendapat David Held dan Afan Gaffar menyatakan bahwa demokrasi sebagai satu paham yang universal salah satu elemennya adalah adanya proses Pemilu. Memang, dalam banyak referensi disebutkan salah satu ciri negara demokrasi adalah dilaksanakannya Pemilu dalam
waktu-waktu tertentu. International
Commision of Jurist pada tahun 1965 bahkan merumuskan syarat- syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis, salah satunya adalah Pemilu yang bebas.
Hal yang senda juga disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie yang menyatakan dalam mekanisme demokrasi salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah penyelenggaraan Pemilu secara berkala. Selain dilakukan secara berkala, Pemilu yang demokratis diselenggarakan berdasarkan prinsip bebas, serta jujur dan adil (free and fair election).
Dalam kaitan ini setidaknya ada 2 (dua) tujuan pemilu, pertama sebagai Barometer Dukungan Rakyat terhadap Penguasa. Pengukuran dapat dilakukan dengan melihat perolehan suara. Semakin besar persentase perolehan suara yang didapat, maka semakin tinggi tingkat dukungan rakyat kepada calon tersebut.
Ke dua, sebagai Sarana Rekrutmen Politik.
Rekrutmen politik adalah seleksi dan pengangkatan seseorang atau kelompok untuk melaksanakan sejumlah peran dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.
Melalui proses rekrutmen politik inilah akan ditentukan siapa-siapa saja yang akan menjalankan pemerintahan melalui lembaga-lembaga yang ada. Oleh karena itu, fungsi rekrutmen politik memegang peranan penting dalam suatu sistem politik sebuah negara.
Pelaksanaan Pemilu untuk mewujudkan kedaulatan rakyat adalah suatu pertaruhan. Hal ini harus dipertahankan dan tidak dapat diubah-ubah. Setidaknya ada lima syarat agar sebuah pemilu dapat dikatakan demokratis.
Pertama, regulasi pemilu yang jelas. Syarat kedua adalah penyelenggara pemilu yang mandiri, berintegritas, dan kredibel. Ketiga, peserta pemilu yang taat aturan. Keempat, pemilih yang cerdas dan partisipatif. Terakhir adalah birokrasi yang netral.
Ke semua faktor ini saling berkaitan, mempengaruhi, dan tidak bisa berdiri sendiri. Selain itu faktor etika juga tidak kalah penting untuk mencapai pemilu yang berdaulat untuk rakyat.
Perpaduan dari moralitas penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan pemilih, akan membentuk sebuah proses pemilu yang demokratis dan berintegirtas.
Etika adalah sesuatu yang mempunyai nilai yang lebih tinggi, jadi tidak hanya sekedar membaca norma, tapi membaca nilai yang terkandung di balik norma itu.
Semua ini akan menjadi satu lingkaran yang saling yang saling berpengaruh oleh etika penyelenggara, masyarakat, peserta, pemilih, penegak hukum, dan instrumen hukum. Tanpa semuanya tak ada kedaulatan rakyat dan kedaulatan pemilu.
Penulis : Rika Kurniati, Pemerhati Pemilu
Discussion about this post