SINARJAMBI.COM – Anggota Komisi XI DPR RI Ela Siti Nuryamah mengungkapkan bahwa berdasarkan masukan dari berbagai kalangan, mayoritas fraksi di DPR sepakat jika ketentuan spin off Unit Usaha Syariah (UUS) perbankan diserahkan kepada pelaku usaha. Spin off adalah suatu kegiatan pemisahan yang dilakukan oleh pihak perusahaan berbentuk PT (Perseroan Terbatas) untuk menjadi suatu entitas yang baru.
Namun, proses yang dilakukan dalam spin off tidak akan menghilangkan eksistensi dari perusahan induk. Perusahaan baru pun bisa berdiri sendiri tanpa harus menjadi anak perusahaan induk tersebut. Karena itu, lanjutnya, ketentuan spin off UUS perbankan tersebut akan dimasukkan ke dalam ketentuan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK).
Sehingga, RUU P2SK tersebut, akan memperkuat perbankan syariah, salah satunya dengan membuat ketentuan spin off bagi UUS menjadi lebih moderat. “Harus diakui jika ketentuan UUS perbankan untuk memisahkan diri dari induknya atau spin off mengikuti aturan yang dibuat regulator masih menghantui pelaku industri perbankan. Maka kami di parlemen menangkap kegelisahan ini dan mencoba mencari jalan tengah agar tidak malah kontraproduktif dalam pengembangan industri keuangan syariah di Tanah Air,” ujar Ela, melalui keterangan persnya kepada awak media, Sabtu (17/9/2022).
Regulator nantinya hanya menetapkan ketentuan umum, seperti kecukupan modal minimal, kecukupan total aset, tren tingkat kesehatan UUS, memiliki infrastruktur yang mendukung akselerasi bisnis, memiliki kesiapan teknologi dan sumber daya manusia, hingga memiliki kerja sama yang baik dengan induk usahanya.
“Dengan demikian di satu sisi regulator mempunyai acuan lebih objektif untuk memaksa UUS dalam melakukan spin off, di sisi lain pelaku usaha juga tidak dibatasi ketentuan waktu yang bisa saja sangat subjektif dan tidak mencerminkan objektivitas fakta di lapangan,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
Ela mengatakan sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi pasar yang sangat besar dalam pengembangan ekonomi syariah, khususnya perbankan syariah. Hanya saja faktanya perkembangan perbankan syariah di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara lain, seperti negara jiran Malaysia. “Tentu fakta ini menjadi perhatian kita semua, karena sangat disayangkan begitu besar potensi perkembangan perbankan syariah tetapi tidak bisa dimanfaatkan,” kata Ela.
Anggota Baleg DPR RI tersebut mengungkapkan jika ada beberapa kendala pengembangan syariah di Indonesia, di antaranya masih rendahnya tingkat literasi keuangan syariah di masyarakat yakni masih di angka 8,9 persen, diferensiasi produk yang belum mampu bersaing, jangkauan layanan yang belum luas, dan kemudahan akses yang belum optimal, persaingan pasar yang ketat, serta transformasi digital yang belum maksimal.
“Dengan berbagai kendala yang ada maka dukungan regulasi yang ada harusnya fokus dalam memecahkan kendala bukan malah menjadi beban bagi pengembangan usaha syariah di Indonesia, termasuk dalam ketentuan spin off,” tutup legislator daerah pemilihan (dapil) Lampung II tersebut. (rdn/sf)
Discussion about this post