SINARJAMBI.COM – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jambi memastikan bahwa santri salah satu pondok pesantren di Tebo meninggal karena akibat penganiayaan berat. Kesimpulan itu diambil berdasarkan hasil autopsi yang dilakukan dokter forensik RS Bhayangkara Polda Jambi, dr Ernis Situmorang, spFM. MH.
Hasil autopsi itupun dipaparkan secara terbuka pada konferensi pers yang dilakukan Ditreskrimum Polda Jambi di lantai 3 Gedung SPKT Polda Jambi, Sabtu (22/3/2024) siang. Konferensi pers dipimpin Direktur Reskrimum Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira bersama Kabid Humas Kombes Pol Mulia Prianto, Kapolres Tebo AKBP Wayan Arta, Kasubdit Jatanras Ditreskrimum dan Kasatreskrim Polres Tebo.
Dari paparan dr Ernis, dipastikan bahwa korban meninggal bukan karena akibat kesentrum listrik seperti yang beredar di masyarakat. Dr Ernis Situmorang, spFM. MH pun mengungkapkan penyebab pasti meninggalnya korban.
“Penyebab kematian adalah patah batang otak tengkorak yang menyebabkan pendarahan dan tidak ditemukannya adanya trauma tajam ataupun listrik,” tegas dr Ernis melalui sambungan virtual di konferensi pers.
Sementara, Andri Ananta Yudhistira memastikan peristiwa ini ada unsur pidana dan telah menetapkan 2 anak berhadapan dengan hukum sebagai tersangka penganiayaan.
“Dalam proses penyidikan yang dilakukan tanggal 21 Maret 2024 bersama Polres Tebo dengan asistensi dari Direktorat Reserse Kriminal Umum telah menetapkan tersangka dalam hal ini anak dalam konflik hukum 2 orang inisial A dan R. Itu tanggal 21. Kemudian tanggal 22 melaksanakan pemeriksaan terhadap kedua anak tersebut dan siang harinya kita melaksanakan rekonstruksi di TKP,” jelas Andri.
Sebanyak 54 saksi sudah dimintai keterangan oleh polisi. Dengan 54 saksi berstatus anak-anak ini juga menjadi kendala penyelidikan. Pasalnya, banyak keterangan yang berubah-ubah dan tidak sesuai bukti yang dipegang polisi.
“Setelah semuanya mendapatkan kesesuaian antara keterangan saksi anak yang memberikan kesaksian dan juga keterangan dari petunjuk yang kita amankan dalam bentuk CCTV yang kita amankan durasinya kurang lebih 1 jam kita analisa. Kemudian kita lihat kesesuaiannya dengan keterangan-keterangan tersebut, Alhamdulillah sesuai dengan kejadian pada tanggal 14 November 2023,” urai Andri.
Hasil autopsi yang dilakukan dr Ernis lah menjadi pintu masuk penyelidikan menjadi terang benderang. Autopsi ini salah satu bukti bahwa ada tindak pidana yang terjadi di tanggal 14 November 2023.
Polisi, tambah Andri, tidak lagi berpatokan dengan surat dokter yang menyatakan meninggalnya korban beberapa saat setelah kejadian. Bahkan, polisi mendapatkan bukti kuat rekayasa yang dilakukan pelaku seolah-olah korban meninggal karena sengatan listrik.
“Dari hasil autopsi inilah kita melakukan proses. Kita tidak lagi melihat ada surat dokter yang melakukan waktu itu. Kami mengesampingkan itu, kami berpegangan kepada hasil autopsi yang sudah dikeluarkan oleh Rumah Sakit Bhayangkara dan dokter Ernis yang sudah kita ambil keterangannya,” tegas Andri Ananta Yudhistira. (Lan)
Discussion about this post