UU nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah mengubah pola bantuan dan pemberdayaan masyarakat dari sisi penyaluran bantuan. Sampai dengan pemanfaatannya oleh si penerima manfaat sendiri. Upaya pengentasan kemiskinan dalam bentuk pemberian santunan dan permakanan dianggap hal yang paling membantu untuk pengentasan kemiskinan. Dalam bentuk barang maupun uang.
Dua tahun terakhir berkaitan dengan terbitnya UU tentang otonomi daerah, pemberian bantuan dari pusat ke daerah tidak melalui pemerintah daerah atau biasa dikenal dengan dana dekon. Namun langsung melalui perpanjang tanganan pemerintah pusat melalui sentra atau balai milik pemerintah pusat ke penerima manfaat di bawah naungan sentra tersebut.
Sehingga muncul pertanyaan apakah hal ini efektif untuk si penerima manfaat? Dan bagaimana dengan status sentra pemberi bantuan itu sendiri yang awalnya berfungsi sebagai lembaga rehabilitasi. Apakah beralih fungsi menjadi lembaga penyalur bantuan ansih.
Menurut pandangan penulis, pemberian dan penyaluran bantuan dengan mode distribusi bertingkat melalui pemerintah pusat kepada daerah yang menggunakan alibi penyaluran berjenjang sungguh menimbulkan pengalihan konsentrasi pemulihan yang merupakan makna dasar dari rehabilitasi sosial itu sendiri.
Seharusnya rehabilitasi sosial itu mampu membuat si penerima manfaat berdaya. Atau pulih ke kondisi semula. Si penerima manfaat mampu menggali potensi diri dan mengembangkan diri. Setelahnya baru diberikan bantuan berupa bantuan pemberdayaan yang tentunya bukan sekedar tali asih namun agar bisa pulih.
Tetapi apadaya pemilihan pemberian bantuan berupa pangan ataupun uang yang dimanfaatkan pembelian pangan yang dititip melalui sentra sentra milik pemerintah pusat di pandang strategi paling jitu untuk mengakali aturan atau UU nomor 23 tentang pemerintah daerah. Sehingga efektifkah UU ini berlaku melihat kondisi pemerintahan daerah yang APBD-nya tidak begitu memadai untuk tumbuh dan menjamin sandang pangan warganya.
Sebagai penutup tulisan ini, penulis berharap adanya evaluasi dan kajian mengenai pemberlakuan Undang Undang ini. Dan mengupayakan pengembalian pada tupoksi-tupoksi awal sentra atau balai sebagai perpanjang tangan pemerintah pusat. Sebagai lembaga rehabilitasi sosial bukan lembaga penyalur bantuan sosial.
Walau penulis juga bersepakat, tidak akan pulih permasalahan sosial jika pemerlu pelayanan sosial itu lapar. Namun menumbuhkan maindset berfikir berdaya sungguh jauh lebih utama dari pada hanya sekedar menyalurkan bantuan sosial.
Penulis : Tuti Rosmalina SHI. MA
Sekretaris Peduli Serumpun Jambi
Discussion about this post