Setelah menempuh perjalanan melelahkan dari Dendang (Tanjung Jabung Timur) kemudian ke Kumpeh (Kabupaten Muara Jambi), perjalanan kemudian diteruskan ke Desa-desa yang termasuk kedalam Kecamatan Senyerang (Tanjung Jabung Barat).
Didalam Laporan Pelajaran dari Konflik, Perundingan dan Kesepakatan antara Desa Senyerang dengan PT Wira Karya Sakti – Lanskap khas Sumatra dengan beragam sistem penggunaan lahan, FPP – Walhi Jambi, Oktober 2014 disebutkan Warga Senyerang didominasi oleh etnis Melayu yang nenek moyangnya berasal dari wilayah Kuantan di Provinsi Riau, Sumatera. Di abad ke- 19, leluhur masyarakat Senyerang ini berekspansi dari kawasan hulu Kuantan sepanjang Sungai Indra Giri. Beberapa keluarga menetap di Reteh, dekat lokasi Desa Senyerang saat ini, di akhir abad ke-19.
Pada tahun 1905 catatan-catatan awal Belanda merujuk ke sebuah desa bernama Senyerang. Masyarakat di sana membayar pajak kepada pemerintah kolonial Belanda dari awal tahun 1900-an, dan mereka kemudian diakui sebagai pembayar pajak dan pemilik lahan sejak waktu itu. Pada tahun 1927, pemerintah kolonial Belanda mengakui keberadaan masyarakat Senyerang lewat surat yang memberi masyarakat hak untuk membuka hutan, yang dikeluarkan kepada H. Abdurrahaman, ketua masyarakat saat itu. Surat tersebut diserahkan kepada Abdurrahman lewat Demang (pimpinan desa-desa) Kuala Tungkal. Para Tuo Tuo (pemimpin adat) kemudian berkumpul untuk membahas dan mencapai kesepakatan dalam menentukan tata batas dalam daerah-daerah adat untuk menetapkan mana yang merupakan tanah rendah yang menjadi milik Desa Senyerang dan mana yang merupakan tanah tinggi milik Desa Tebing Tinggi.
Mulai tahun 1950-an dan terus berlanjut sampai tahun 1980-an lahan seluas 33.000 hektar tersebut dibagi-bagi di antara beberapa desa. Desa Senyerang menguasai wilayah seluas sekitar 8.000 hektar, yang oleh penduduknya terus dianggap sebagai wilayah adat mereka. Pemerintah Indonesia mengakui desa Senyerang dan banyak dari tanah adatnya dimasukkan sebagai APL (area untuk penggunaan lain/lahan non-hutan). Ekonomi masyarakat Senyerang bersandar pada perikanan dan pertanian termasuk padi dan kelapa, dan pemanenan hasil hutan, antara lain resin dan buah-buahan.
Didalam Profil Kelurahan Senyerang, BRGM, 2021 disebutkan Kelurahan Senyerang terbentuk bersamaan dengan adaya pemekaran kecamatan Pengabuan, yang sebelumnya kelurahan senyerang masuk kedalam wilayah administrasi kecamatan Pengabuan, sebelum tahun 2008 masih bernama Desa senyerang.
Pengambilan nama senyerang diambil dari nama sebuah anak sungai yang membatasi antara Desa Sungai Landak dan desa Senyerang, yaitu Sungai Senyerang Besak, kemudian pada ilir yang berbatasan dengan Desa Kayu aro terdapat anak sungai kecil, sungai Senyerang kecil, hasil musyawarah tokoh-tokoh masyarakat pada waktu itu diambillah nama sungai menjadi nama Desa yaitu Desa Senyerang.
Perjalanan dari Jambi menuju ke Senyerang menempuh jarak mencapai 140 km.. Rata-rata ditempuh dengan waktu 3 jam lebih.
Setelah melewati Sengeti (Muara Jambi), kemudian di KM 35 kemudian berbelok ke kanan. Biasa dikenal Simpang 35. Apabila arah terus menuju Tungkal Ulu dan perbatasan Riau.
Dari simpang 35 kemudian perjalanan lebih banyak berbelok tajam. Sehingga perjalanan tidak bisa dilalui dengan kencang.
Setelah melewati Simpang Abadi (menuju ke Sabak), terus kemudian melewati Simpang Tuan,
Desa Terjun Gajah, kemudian melewati Pematang Lumut, di KM 108 kemudian terus. Apabila ke kanan menuju Kuala Tungkal (Tungkal Ilir – Ibukota Tanjabbar).
Nah, kemudian ketemu LP yang dikenal sebagai daerah Bram Hitam. Dari sinilah kemudian hingga kecamatan Senyerang, jalan yang ditempuh tidak bisa dipacu cepat. Selain kecil, menggunakan cor semen, kampung yang berdekatan dengan jalan.
Pada tahun 2017, jangan harap perjalanan bisa ditempuh dengan baik. Jalan berupa tanah merah hingga ke Senyerang menyebabkan, kendaraan sama sekali tidak bisa dipacu. Belum lagi jembatan yang menukik tinggi menyebabkan hanya kendaraan tertentu yang bisa melewatinya.
Tahun 2018-2019, jalan mulai discrap. Namun kemudian terhenti. Pun apabila bisa ditempuh baru ke Teluk Nilau (Ibukota Kecamatan Pangabuan). Jalan ini hingga awal tahun 2021.
Pelan-pelan kemudian sudah mulai dilakukan pengecoran sepanjang Teluk Nilau ke Senyerang yang hanya berjarak 12 km namun bisa ditempuh hingga 1 jam lebih. Itupun harus menggunakan mobil dobule gardan.
Namun pelan-pelan kemudian pengecoran terus berlangsung. Akhir 2022, Sudah dilakukan scrap, walaupun masih berdebu dan belum selesai dilakukan pengecoran. Jangan cerita jalan dari Kecamatan Senyerang ke Sungai Kepayang dan Teluk Ketapang. Lebih banyak harus mendorong motor sembari siap-siap becek dan kaki dan celana dipercik air yang menggenang.
Bahkan dari Senyerang ke Sungai rambaipun jalan becek yang sama sekali siap-siap motor harus menempuh jalan licin dan sering terjatuh.
Namun alangkah kagetnya saya. Ketika kemudian dari Desa Margo Rukun ke Teluk Nilau, semuanya praktis mudah ditempuh.
Pengerasan jalan dari Marga Rukun melewati Sungai Kepayang dan Teluk Ketapang yang semula nyaris tidak bisa ditempuh praktis Sudah bisa dilewati dengan nyaman. Walaupun belum dicor dengan semen, namun jalur ini nyaman dilalui. Bahkan hingga ke Parit Bilal.
Dari Desa parit Bilal praktis hingga ke Teluk Nilau, praktis Sudah dicor semen. Dan benar-benar nyaman dilewati.
Sehingga sejak 2021 hingga akhir 2023, perjalanan dari Jambi ke Senyerang nyaman dilalui. Tidak salah kemudian dari Jambi – Teluk Nilau (tinggal 12 km ke Senyerang) dapat ditempuh 2,5 jam.
Pentingnya jalan dan mendapatkan perhatian Pemerintah merupakan bagian dari tanggungjawab Pemerintah. Mengukur kinerja sekaligus melihat bagaimana Pemerintah begitu peduli dengan rakyatnya dapat dimulai dari bagaimana infrastruktur jalan diperhatikan.
Dan sebagai pengguna jalan umum sering menempuh perjalanan ke berbagai daerah, saya merasakan betul bagaimana jalan yang rusak, terjebak di lubang, ataupun kurangnya perhatian terhadap jalan.
Namun apabila ternyata Pemerintah mampu menghubungkan antara satu kota Kabupaten dengan kota Kabupaten lain termasuk jalan dengan baik, tidak salah ucapan terima kasih tiada henti saya haturkan kepada Pemerintah.
Sekali lagi, Terima Kasih, Pak Gub. Yang Sudah mewujudkan jalan-jalan yang dapat dinikmati selama menempuh perjalanan panjang.
Penulis: Musri Nauli, Advokat tinggal di Jambi
Discussion about this post