SINARJAMBI.COM – CEO Visinema Pictures Angga Sasongko bersama dua orang staf memberikan keterangan pada sidang lanjutan pembajakan film “Keluarga Cemara” di Pengadilan Negeri (PN) Jambi, Kamis (4/2/2021) sore.
Sidang yang dipimpin Arfan Yani selaku ketua majelis, mengadirkan tersangka AFP yang didampingi Vivian selaku pengacaranya.
Dalam persidangan, Angga Sasongko menjawab pertanyaan hakim dan Haryono selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan lugas dan gamblang.
Dijelaskan Angga, getolnya Visinema melanjutkan kasus pembajakan ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa karya seseorang itu harus dihargai.
Ditemui usai sidang, Angga Sasongko menjelaskan jalannya persidangan. Hakim, kata Angga menanyakan proses pihaknya dalam memproduksi sebuah film dan lainnya.
“Lebih banyak hakim tanya tentang proses kami berkarya, lalu kemudian proses distribusi dan menanyakan bentuk kerugian yang terjadi.”
“Saya hanya bisa memberikan gambaran dari sudut pandang saya, walaupun sebenarnya sudut pandang gambaran yang Saya sampaikan juga dialami oleh semua produser film di Indonesia, semua musisi di Indonesia, semua kreator yang karyanya juga dibajak di Indonesia,” jelasnya.
Kepada hakim Ia juga memaparkan jika pelaku mengambil keuntungan dari iklan yang berkonten judi dan pornografi.
“Tadi Saya bilang ke hakim bahwa bagaimana orang-orang seperti (tersangka) ini yang membajak dan kemudian mengambil manfaat ekonomis, mengambilnya dari iklan-iklan pornografi dan judi.”
“Bayangin saya bikin film Keluarga Cemara yang harus dinikmati sama anak-anak gitu ya. Terus anak-anak harus misalnya ada orang dewasanya yang nonton dan kemudian mengajak anak-anaknya nonton di situs tersebut, bagi anak-anak itu terpapar dengan iklan-iklan tersebut.”
“Ini bukan tentang Visinema aja, bukan tentang Keluarga Cemara aja, tapi ini tentang industri kita mau bawa kemana sih arahnya.”
“Momen di Jambi ini jadi sangat bersejarah karena ini pertama kalinya ada kasus pembajakan karya, bukan hanya film ya, ini pembajakan karya yang dibawa ke meja hijau,” pungkas pria berkacamata ini.
Sementara, tersangka AFP buru-buru langsung meninggalkan ruang sidang tanpa memberi keterangan. Penjelasan didapat dari pengacaranya yang bernama Vivian.
Kata Vivian, pihaknya akan terus mengikuti persidangan yang menurutnya bakal menyita waktu lama.
“Persidangannya masih cukup panjang ya. Seperti yang dikatakan oleh klien saya, bahwa dia tidak pernah menyisipkan iklan tersebut di website di film Keluarga Cemara.”
“Dia tidak tahu dan memang tidak pernah menyisipkan iklan tersebut di film Keluarga Cemara. Untuk website 21 sendiri, Dia tidak mengelola iklan tersebut,” pungkas Vivian.
Sidang akan dilanjutkan kembali tanggal 11 Februari 2021 dengan agenda keterangan saksi ahli yang akan dihadirkan JPU.
Diketahui, sebelum memasuki persidangan pertama, tersangka pembajakan AFP telah berhasil ditangkap oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada Selasa, 29 September 2020 sekitar pukul 23:00 WIB. Pelaporan kasus ini sudah dilakukan sejak 20 Juli 2020.
Karya Visinema Pictures yang dicuri, diunggah, serta ditayangkan secara ilegal di platform website bernama DUNIAFILM21 adalah, Keluarga Cemara. Film yang meraih 1,7 juta penonton bioskop di awal tahun 2019 itu diputar secara utuh atau ditayangkan secara online dengan cuma-cuma bagi pengunjung website tersebut.
Tidak hanya berhenti sampai di situ, dalam penelusuran kasus pembajakan ini AFP telah melakukan pembajakan sekitar 3.000 judul film lokal dan import sejak tahun 2018. Hal ini terdakwa lakukan untuk mencari keuntungan dari iklan yang didaftarkan, mengingat judul film-film tersebut cukup terkenal.
CEO dan Founder Visinema, Angga Dwimas Sasongko pun mengatakan bahwa, sidang ini mewakili seluruh kreator di Indonesia, yang hasil karyanya telah dibajak. Pembajakan film menurutnya adalah sebuah kejahatan yang tidak bisa ditolerir dan Visinema berkomitmen untuk terus mencari dan memproses siapapun yang telah melakukan pembajakan IP.
“Ini babak baru perlawanan kita terhadap pembajak film. Perbuatan yang melawan hukum selayaknya memang dibawa ke pengadilan. Saya berharap prosesnya berjalan adil dan dapat memberikan preseden penegakan hukum pada pembajakan karya cipta yang selama ini selalu dipandang sebelah mata. Saatnya karya cipta Indonesia dihargai di negaranya sendiri,” terang Angga, (28/1).
Pelaku disangkakan melanggar Pasal 32 ayat (1) Jo Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Kemudian, tersangka juga dikenakan Pasal 113 ayat (3) jo Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Apabila dalam persidangan tersangka terbukti bersalah, maka ia akan dikenakan sejumlah pasal di atas dengan maksimal denda sebanyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.
Angga pun turut mengimbau semua kalangan agar terus mendukung dan menghargai semua karya cipta anak bangsa dengan cara mengakses segala Kekayaan Intelektual secara sah dan legal pada platform online yang telah memiliki izin terhadap penayangan Kekayaan Intelektual seperti musik, video, film dan lainnya. (Rolan)
Discussion about this post