SINARJAMBI.COM – ASEAN merupakan salah satu kawasan paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, yang mana dalam jangka panjang diperkirakan akan berdampak pada perekonomian negara-negara anggotanya. Diperlukan “common language” di kawasan ASEAN terkait kegiatan ekonomi dan instrumen keuangan yang berkelanjutan terutama untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Oleh karena itu, ASEAN Taxonomy Board (ATB) dibentuk pada Maret 2021 di bawah naungan ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting (AFMGM) dan didukung oleh ASEAN Capital Markets Forum (ACMF), ASEAN Insurance Regulators Meeting (AIRM), ASEAN Senior Level Committee on Financial Integration (SLC) dan ASEAN Working Committee on Capital Market Development (WC-CMD) bertujuan untuk mendorong kegiatan dan investasi berkelanjutan di kawasan termasuk salah satunya menyusun Taxonomy di level kawasan.
OJK turut berperan sebagai principal representative Indonesia dalam ATB.
Pada 10 November 2021 lalu, ATB telah menerbitkan ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance version 1 yang berisi kerangka konseptual multi-tier taxonomy dengan dua elemen utama, yaitu Foundation Framework merupakan prinsip-prinsip umum yang digunakan untuk menilai aspek berkelanjutan dari suatu aktivitas ekonomi dan Plus Standard yang berisi kriteria lebih lanjut atau technical screening criteria (TSC).
Taksonomi ini ditujukan untuk fasilitasi transisi dengan mempertimbangkan keragaman dalam pembangunan ekonomi, sektor keuangan, dan infrastruktur di berbagai ASEAN Member States (AMS).
Sebagai langkah lanjutan dari version 1, pada 27 Maret 2023 ATB telah menerbitkan ASEAN Taxonomy for Sustainable Finance version 2 (ATSF v2) dengan highlight:
1) Penyelesaian Foundation Framework, memuat metodologi terperinci terdiri dari decision trees dan guiding questions untuk seluruh tujuan lingkungan (environmental objectives/EO) dan kriteria esensial (essential criteria/EC) untuk menilai suatu aktivitas ekonomi, serta dilengkapi use cases; dan
2) Plus Standard dengan pengembangan TSC untuk focus sector pertama yaitu sektor energi. Plus Standard mengklasifikasikan suatu aktivitas menjadi Green, Amber Tier 2 dan Amber Tier 3. Green tier diselaraskan dengan taksonomi internasional lainnya dan mengacu pada target Perjanjian Paris 1,50C. Sementara Amber Tier 2 dan Amber Tier 3 bertujuan untuk mendorong transisi aktivitas ekonomi.
ATSF v2 juga menyoroti pentingnya aspek sosial dalam Taksonomi, dengan menggabungkannya sebagai EC ketiga di samping “Do No Significant Harm” (DNSH) dan “Remedial Measures to Transition” (RMT).
Kemudian dikombinasikan dengan fitur lain seperti perluasan kriteria DNSH, common building blocks dibentuk untuk memungkinkan transisi yang teratur dan adil (orderly and just transition) serta mendorong adopsi keuangan berkelanjutan oleh AMS.
Dalam mempertimbangkan “kondisi khusus” di ASEAN, ATSF mengakui upaya early retirement dari pembangkit listrik tenaga batu bara. ATSF menjadi pionir global untuk taksonomi kawasan yang mempertimbangkan secara menyeluruh upaya penghentian penggunaan batu bara (coal phase-outs/CPOs) dapat memberikan peran dalam dekarbonisasi untuk mencapai tujuan Perjanjian Paris dengan menyediakan tools yang memiliki kontribusi yang signifikan untuk upaya transisi.
Dengan dirilisnya ATSF v2, ATB menunjukkan komitmennya untuk menyediakan kerangka kerja bersama berbasis ilmu pengetahuan kepada para pemangku kepentingan, bersifat inklusif dan mengakomodir berbagai tahap perkembangan AMS. Setelah dirilisnya version 2, ATB akan mengadakan rangkaian kegiatan stakeholder consultation untuk membahas metodologi penilaian serta metrik dan TSC untuk sektor energi dalam Plus Standard. Setelah konsultasi dilaksanakan, ATB akan menyempurnakan TSC untuk sektor energi pada awal tahun 2024. Sementara TSC untuk lima sektor fokus lainnya yang tercakup dalam Plus Standard akan dirilis secara bertahap yang ditargetkan selesai pada tahun 2025.
Pembentukan Taksonomi ASEAN ini diharapkan dapat menarik investasi global ke ASEAN untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di kawasan. Bersamaan dengan Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023, momentum ini perlu dioptimalkan oleh Indonesia sebagai salah satu negara ASEAN yang memiliki kebutuhan pembiayaan berkelanjutan yang besar untuk mendapat manfaat dari aliran investasi tersebut serta mendorong implementasi transisi berkelanjutan. Lebih lanjut dalam rangka interoperability taksonomi kawasan dengan taksonomi nasional, ATSF v2 akan dipertimbangkan sebagai salah satu referensi dalam penyempurnaan Taksonomi Indonesia ke depan. (*)
Discussion about this post