SINARJAMBI.COM – Seperti tak habis energi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya sekuat tenaga melindungi konsumen dan masyarakat yang bersinggungan dengan industri jasa keuangan seperti perbankan, Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) dan pasar modal. Tak lupa, meningkatkan literasi dan inklusi keuangan. Fungsi melindungi oleh OJK ini diamanatkan di Undang Undang nomor 21 tahun 2011. OJK juga diperkuat dengan terbitnya Undang Undang nomor 4 tahun 2023 tentang pengembangan dan penguatan sektor keuangan.
Begitu banyak peraturan OJK yang dikeluarkan untuk mengawasi industri jasa keuangan. Tak sampai disitu, OJK juga bersinergi bersama 15 kementerian/lembaga yang tergabung dalam Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI).
Gencarnya OJK melindungi konsumen dan masyarakat tak lepas dari besarnya resiko kejahatan keuangan yang dilakukan pihak tak bertanggung jawab. Bahkan, nilai kerugian yang sangat fantastis dialami konsumen dan masyarakat. Data kerugian mencengangkan disampaikan Kepala OJK Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, Arifin Susanto.
Tercatat, rentang waktu tahun 2017-2023 terkait kerugian masyarakat akibat investasi ilegal mencapai Rp 139,67 triliun. Aksi nyata pelindungan konsumen itu dibuktikan OJK dengan menutup aktivitas ilegal tersebut.
“Sejak tahun 2017 sampai dengan bulan Mei 2024, OJK telah menutup ribuan entitas ilegal. Diantaranya investasi ilegal ada 1.366 yang ditutup, pinjaman online (pinjol) ilegal 8.271 dan gadai ilegal 251,” ujar Arifin Susanto di acara Journalist Class Angkatan 9 yang diadakan OJK Institute di hotel ALTS, Palembang, Sumsel, Senin (14/10/2024) pagi.
Mendominasinya jumlah pinjol ilegal sebagai penyumbang terbesar kerugian, Arifin pun menyampaikan beragam modus yang dilakukan pelaku kejahatan digital. Umumnya, tambah Arifin, pinjol ilegal menjalankan modus seperti menawarkan secara langsung melalui komunikasi pribadi, menawarkan pinjaman cepat tanpa syarat sampai menyerupai nama fintech yang berizin.
Untuk mengindari resiko menjadi korban investasi ilegal, rumus 2L (Legal dan Logis) terus digaungkan OJK. Untuk Legal, masyarakat harus memastikan pihak yang menawarkan produk layanan jasa keuangan tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan. Juga memastikan pihak yang menawarkan produk layanan jasa keuangan, memiliki izin dalam menawarkan produk atau tercatat sebagai mitra pemasar.
Serta memastikan jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Logis artinya memastikan benefit dari produk-produk yang ditawarkan oleh perusahaan masuk akal dan tidak ada indikasi penipuan,” jelas Arifin Susanto.
Menampung keluh kesah terkait hal di atas, masyarakat bisa mengadu ke kanal resmi OJK yakni 157. Masifnya kerugian yang dialami masyarakat dianalogikan Arifin imbas dari ‘Triangle of Evils’ alias segitiga kejahatan keuangan ilegal yakni investasi ilegal, judi online dan pinjol ilegal.
“Triangle of Evils ini bisa mengakibatkan tingginya kriminalitas, gangguan kamtibmas bahkan sampai kekerasan dalam rumah tangga,” ujarnya.
Mencegah itu semua, OJK meningkatkan literasi dan inklusi keuangan masyarakat. Pasalnya, pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan belum memadai. Imbasnya, akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan terbatas dan menurunkan penetrasi pasar keuangan.
Selain itu, kompetensi SDM atau
tenaga kerja di bidang keuangan
perlu ditingkatkan, sehingga dapat
memberikan informasi dan
pemahaman kepada masyarakat
dengan memadai. Hal ini juga
menjadi kendala dalam
pengembangan produk dan
layanan keuangan yang inovatif.
“Pada tahun 2023 tingkat inklusi di wilayah Sumbagsel (Sumatera
Selatan, Kepulauan Bangka Belitung,
Lampung, Jambi dan Bengkulu)
berada di bawah rata-rata
nasional. Pada tahun 2023 tingkat literasi Jambi berada di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 79,55%. Sedangkan Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung dan Bengkulu masih berada di bawah rata-rata nasional,” ujar Arifin Susanto.
Pentingnya peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan ini juga dipaparkan Tri Herdianto selaku Plh Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK. Ditambahkannya, literasi dan inklusi keuangan di Indonesia telah menunjukkan hasil yang baik. Namun demikian masih terdapat gap di antara keduanya. Selain itu, terdapat celah inovasi teknologi hukum dan karakter masyarakat yang perlu menjadi perhatian.
Dimana sampai tahun 2023 secara nasional literasi di angka 65,43 persen, sementara inklusi mencapai 75,02 persen. Secara klasifikasi wilayah dan tingkat pendidikan juga berpengaruh. Di pedesaan, literasi itu hanya 59,25 persen dan inklusi 70,13 persen. Di perkotaan, literasinya di angka 69,71 persen dan inklusi 78,41 persen yang melebihi nasional. Di klasifikasi pendidikan, indeks literasi tamatan SMA 75,29 persen dan inklusi 88,29 persen. Sementara tamatan perguruan tinggi cukup siginifikan, yakni literasinya 86,19 persen dan inklusi sebesar 98,54 persen.
“Bahaya entitas keuangan ilegal dan bahaya entitas judi online dapat menjerumuskan individu ke dalam jurang kerugian finansial, masalah hukum dan gangguan kesehatan mental. Maraknya hal tersebut disebabkan oleh iming-iming keuntungan cepat dan mudah yang seringkali menipu,” jelas Tri.
Kerentanan masyarakat dalam menyikapi pengelolaan finansial, tambah Tri, sering kali disebabkan oleh rendahnya literasi keuangan dan kurangnya pemahaman tentang resiko investasi. Ini membuat masyarakat mudah tergiur oleh tawaran-tawaran investasi bodong yang menjanjikan keuntungan tinggi dengan resiko minimal.
Sikap tegas OJK bersama Satgas Pasti dalam melindungi masyarakat terlihat dari data Januari-September 2024 bahwa entitas keuangan ilegal yang dihentikan operasionalnya sebanyak 2.741, terdiri dari 2.500 pinjol dan 241 investasi ilegal. Bahkan, jika dihitung dari tahun 2017-2024 telah dihentikan 10.890 entitas ilegal.
“Khusus memberantas judi online, OJK telah meminta pemblokiran ke perbankan sekitar 8 ribu rekening sampai September 2024. Pemberantasan judi online dan investasi ilegal memerlukan sinergi antara penegakan hukum yang tegas dan edukasi publik yang masif. Upaya ini harus didasarkan pada prinsip legal dan logis,” ujar Tri.
Beragam upaya peningkatan literasi dan inklusi keuangan dimantapkan dengan diluncurkannya peta jalan Pengawasan Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen (PEPK) tahun 2023-2027 pada tanggal 12 Desember 2023 lalu. Diterbitkannya peta jalan PEPK ini tak lain bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang terliterasi, terinklusi dan terlindungi dalam sektor jasa keuangan.
Upaya lainnya melalui 3.141 kegiatan edukasi yang menyasar 4.355.176 peserta periode bulan Januari – 26 September 2024. OJK juga cukup aktif mengedukasi melalui media sosial. Menyadari tidak bisa bekerja sendiri, OJK melibatkan elemen masyarakat secara langsung melalui program duta literasi keuangan.
Diantaranya SicantikS (Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah), agen literasi Sobat Sikapi dan agen literasi pelajar/pramuka. Upaya selanjutnya melalui program perluasan akses keuangan yang bertujuan untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Terutama di daerah pelosok, agar dapat memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan formal.
OJK juga bersinergi dengan stakeholder yang tergabung dalam 540 Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di seluruh Indonesia. Sampai membentuk 1,36 juta agen Layanan Keuangan Tanpa Kantor (Laku Pandai) bekerjasama dengan perbankan.
Tri Herdianto mendengar langsung besarnya manfaat program ini. Salah satunya kisah seorang ibu di wilayah pedalaman Kalimantan yang memakan jarak tempuh sekitar 8 jam dari pusat kota.
“Ada seorang ibu-ibu yang sebelum ada agen keuangan, harus menempuh jauh mengambil kiriman uang dari anaknya. Jika ibu itu dapat kiriman 500 ribu, ada potongan jasa sampai 50 ribu. Nah, sejak ada agen, ibu ini tidak perlu jauh-jauh lagi karena ada agen keuangan di desanya. Potongannya juga kecil, antara 6 ribu sampai 7 ribu saja,” kisah Tri.
Menariknya, genderang perang ke rentenir juga digalakkan lewat Kredit/Pembiayaan Melawan Rentenir (K/PMR). Sampai dengan September 2024, program K/PMR ini telah diimplementasikan oleh 100 TPAKD dan 146 skema dengan realisasi penyaluran sebesar Rp41,64 triliun kepada 1,5 juta debitur.
Teranyar, OJK bersama Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) meluncurkan Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (Gencarkan) pada tanggal 22 Agustus 2024.
“Gerakan Nasional Cerdas Keuangan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan ini, bertujuan untuk meningkatkan literasi dan inklusi secara masif dan merata di seluruh Indonesia,” tegas Tri Herdianto. (Rolan)
Discussion about this post