SINARJAMBI.COM – Ketua Komisi III DPR RI Herman Herry mendukung keinginan pemerintah untuk mempercepat pengesahan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Dia menilai KUHP sebagai induk hukum pidana juga butuh diperbaharui seiring perkembangan zaman.
“Komisi III menyambut baik keinginan pemerintah terkait RUU KUHP. Niat itu sejalan dengan semangat Komisi III yang terus mendorong Pemerintah sebagai pengusul RUU KUHP untuk segera melakukan pembahasan lebih lanjut,” kata Herman dalam keterangan pers yang diterima Parlementaria, Jumat (5/3/2021).
Herman menilai KUHP sebagai induk hukum pidana tentu menjadi penting dalam menjawab dinamika tindak pidana yang terus mengalami pembaharuan seiring dengan perkembangan zaman. Menurutnya, aspirasi masyarakat terkait revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) turut menambah krusialnya pengesahan RUU KUHP.
“Bila akhirnya revisi KUHP terwujud, ini akan menjadi penanda sejarah bagi Indonesia untuk tidak lagi menggunakan hukum yang diadopsi dari Belanda,” ujarnya. Herman mengatakan, apalagi jika melihat fenomena hukum saat ini, seperti, misalnya, pemidanaan dalam UU ITE, aspirasi publik atas revisi UU ITE membutuhkan juga revisi pada KUHP khususnya terkait konstruksi pasal pencemaran nama baik.
Politisi PDI-Perjuangan itu juga menekankan pentingnya sosialisasi RUU KUHP agar tidak terjadi disinformasi di masyarakat, karena kurangnya sosialisasi membuat banyaknya isu negatif sempat menjadi catatan penting dari DPR RI saat pengesahan RUU KUHP dinyatakan ditunda beberapa waktu lalu.
“Kami melihat pemerintah sudah mulai melakukan kembali sosialisasi RUU KUHP dan hal ini tentu sangat diperlukan agar publik mendapat pemahaman yang benar soal isi RUU KUHP,” imbuh legislator dapil Nusa Tenggara Timur II itu.
Herman mengatakan, rencananya pemerintah dan DPR RI akan terus melakukan sosialisasi RUU KUHP ke seluruh Indonesia untuk mendapatkan masukan dari masyarakat umum dan akademisi, misalnya, membahas hal-hal terkait “living law” atau hukum yang hidup di dalam masyarakat yang akan diatur di RUU KUHP.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan pengesahan RUU KUHP mendesak mengingat KUHP yang ada saat ini sudah usang. Ia mengatakan, pentingnya resultante baru pada KUHP yang telah digunakan sejak zaman Kolonial Belanda.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menegaskan bahwa hukum berubah sesuai dengan perubahan masyarakat (ubi societas ibi ius). Oleh sebab itu, sudah saatnya UU hukum pidana yang sudah berumur lebih dari 100 tahun ini diubah. (sf)
Discussion about this post