SINARJAMBI.COM – Di acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di Tugu Keris, Kota Baru, Minggu (25/8)2024) pagi, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) provinsi Jambi Warsono meminta para ibu rumah tangga alias emak-emak untuk bijak membelanjakan uangnya. Khususnya kebutuhan pangan.
Selain boros, belanja yang berlebihan tidak sesuai dengan kebutuhan akan mempengaruhi pasokan dan harga barang. Imbasnya, inflasi akan bergejolak. Inilah yang tak diinginkan Warsono.
“Pagi ini kami melaksanakan gerakan nasional pengendalian inflasi pangan. Apa itu. Kita menyadari bahwa kalau di daerah itu penyebab inflasi itu kebanyakan oleh dari sisi pasokan barang, sehingga ketika terjadi pasokan barang yang perlu dikendalikan tersebut, maka salah satu upaya yang kita lakukan adalah melakukan kegiatan ini.”
“Yang intinya adalah mensosialisasikan, mengkampanyekan atau melaksanakan kegiatan yang sifatnya intervensi langsung. Misalnya adanya pasar murah, harga di bawah pasar. Kemudian kita bisa melakukan kegiatan namanya kampanye penggunaan bumbu olahan, yaitu untuk mengurangi permintaan terhadap barang-barang yang sifatnya segar.”
“Misalnya cabe merah segar, cabe rawit segar yang itu pasokannya terbatas dan gampang rusak. Sehingga kita adakan upaya pengolahan terhadap komoditas tersebut, agar bisa tahan lama, awet. Sehingga Bapak Ibu bisa mengurangi kebutuhan bumbu yang segar tersebut.”
“Dampaknya ke depan harga-harga bisa terkendali atau permintaan tidak naik, maka harganya bisa stabil. Nah itu yang kita lakukan, sehingga Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan ini jadi sangat penting bagi kita semua. Dan rasanya keterlibatan Bapak Ibu masyarakat kota Jambi sangat diperlukan, sangat penting sekali agar pengendalian inflasi ini bisa dilakukan,” jelas Warsono panjang lebar.
Disinilah Warsono menekankan pentingnya masyarakat, khususnya emak-emak, bijak membelanjakan uangnya. Jangan sampai, hasrat berbelanja yang menggebu-gebu justru tidak sesuai kebutuhan. Ujung-ujungnya, akan mempengaruhi inflasi.
“Karena sekali lagi, ekspektasi atau perkiraan bapak ibu terhadap harga barang itu juga mempengaruhi inflasi. Sehingga tadi kita jelaskan bagaimana agar ibu-ibu juga melakukan belanja bijak. Belanja sesuai kebutuhan bukan sesuai dengan keinginan,” tegas Warsono.
Menariknya, di kesempatan ini Warsono juga memberikan pemahaman terkait tugas pokok Bank Indonesia. Pasalnya, masih ada sebagian masyarakat yang menyamakan BI dengan bank konvensional. BI, tegas Warsono, tidak menerima uang masyarakat untuk menabung dan pengajuan kredit.
“Bank Indonesia adalah lembaga negara yang tugasnya mengendalikan kebijakan moneter. Tujuan utama dari Bank Indonesia hanya satu sebenarnya, yaitu menjaga kestabilan nilai Rupiah. Jadi Rupiah yang dipegang Bapak Ibu itu dijaga kestabilannya. Stabil dari apa, stabil dari harga barang dan jasa, dan stabil terhadap mata uang asing,” jelas Warsono.
Ia pun mencotohkan kestabilan Rupiah terhadap harga barang. Dimana, BI menjaga agar harga semangkuk bakso pada saat ini akan tetap sama pada minggu depan, bulan depan bahkan tahun-tahun berikutnya.
“Harapannya uang yang dipegang oleh Bapak Ibu sekarang misal 10.000 bisa membeli satu mangkok bakso, di tahun depan maka 10.000 itu harus bisa membeli satu mangkok bakso. Bank Indonesia menjaga agar uang kita setiap tahun lebih stabil. Nah itu namanya kita menjaga inflasi, agar stabil dari tahun ke tahun terhadap harga barang dan jasa,” ujarnya.
Untuk menjaga kestabilan nilai Rupiah itu, Bank Indonesia lebih kepada menjaga jumlah uang yang beredar di tangan masyarakat.
“Kalau uang beredar di tangan itu berlebihan maka akan hasrat membelinya itu berlebihan, sehingga akan boros. Ketika boros, tidak bijak dalam belanja maka harga barang-barang akan naik. Karena ketika semua orang berbondong-bondong mencari barang kebutuhannya, permintaannya naik.”
“Maka biasanya harga akan dinaikkan oleh para penjual, sehingga ia akan menimbulkan inflasi. Sehingga Bank Indonesia menjaga kestabilan harga dari uang yang Bapak Ibu pegang. Namun kita menjaga inflasi dari sisi uang itu tidak cukup, karena inflasi itu banyak terjadi sisi pangan, dari sisi lainnya. Yaitu ketika terjadi panen gagal terjadi banjir, ketika terjadi distribusi tidak lancar. Kemudian masyarakat juga mempengaruhi karena ekspektasi terhadap harga-harga akan naik ke depan. Sehingga berbondong-bondong menimbun barang, itu hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh Bank Indonesia.”
“Sehingga untuk mengendalikan inflasi ini maka Bank Indonesia merasa tidak bisa sendirian. Sehingga Bapak Ibu, kita bekerja sama nih dengan yang ada di pemerintahan Kota Jambi, kabupaten, pemerintah provinsi untuk bersama-sama membentuk namanya Tim Pengendali Inflasi Daerah. Maka sekarang ibu sering mendengar Tim Pengendalian Inflasi Daerah Provinsi Jambi, Kota Jambi yang mungkin di media kita sering mendengar melakukan operasi pasar, melakukan intervensi pasar, melakukan kegiatan panen bersama, melakukan kegiatan sosialisasi belanja bijak dan sebagainya,” ujar Warsono.
Semua upaya koordinasi di atas, tambah Warsono, bentuk sinergi yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Bahkan, ada dibentuk satgas pangan yang menggandeng kepolisian.
“Keberadaan aparat penegak hukum ini agar menjaga tidak ada yang melakukan kecurangan penimbunan barang,” jelas Warsono.
Acara yang diawali senam bersama ini, dihadiri Johansyah selaku Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda provinsi Jambi, Sekda Kota Jambi A Ridwan serta undangan lainnya. (Rolan)
Discussion about this post