Bahasa pada dasarnya sudah menyatu dengan kehidupan kita. Kita bisa menyampaikan pemikiran, gagasan, ide, opini, harapan dan keinginan lewat bahasa. Bahasa yang digunakan oleh manusia memiliki berbagai kepentingan dan fungsinya masing-masing, misalnya untuk kepentingan budaya, pendidikan, hukum, agama, dan lain-lain.
Begitu juga, dalam pembelajaran, peran bahasa sangat diperlukan dalam rangka membangkitkan dan memupuk kesadaran guru dan siswa dalam menciptakan budaya belajar. Bahasa dipandang sebagai alat yang praktis dan efektif dalam memegang peranan yang penting dalam meningkatkan konsistensi belajar.
Disadari apabila seseorang itu berhadapan dengan pembelajaran maka dengan sendirinya sudah berhubungan dengan yang namanya bahasa. Hampir semua aktivitas pembelajaran baik dibuat, ditulis dan diucapkan oleh guru maupun siswa bisa dipastikan menggunakan dengan bahasa.
Bahasa yang digunakan oleh para guru saat melaksanakan pembelajaran perlu menjadi perhatian. Strategi menjelaskan, bertanya, cara merumuskan pertanyaan, dan pilihan kata yang digunakan para guru harus mampu mengungkap sebanyak dan seakurat mungkin informasi dari siswa berkenaan dengan pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Karena, pembelajaran merupakan proses interaksi dan komunikasi yang dituturkan oleh guru dalam konteks akademis. Bahasa yang digunakan guru berpotensi menimbulkan perbedaan pemahaman. Maksud guru dapat dinyatakan dalam wujud tuturan atau penjelasan yang berbeda-beda, dan sebaliknya, satu wujud penjelasan dapat memiliki maksud yang berbeda-beda. Ini sangat tergantung dengan konteks pembicaraan.
Harus diakui bahwa interaksi yang terjadi di ruang kelas sering didominasi oleh guru sebagai ‘pihak yang paling berkuasa’ di ruang kelas. Keinginan berpartisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran kadang kadang dibatasi oleh dominasi guru. Bagi siswa, yang umumnya tidak sepenuhnya menguasai materi pembelajaran, situasi ini tentu membuat tidak nyaman, terbebani dan akhirnya lebih banyak ‘mendengar’.
Oleh karena itu, jangan heran siswa sering gugup dan gagap ketika harus berkomunikasi dalam pembelajaran. Ketidaklancaran komunikasi ini tentu saja memengaruhi tingkat kualitas komunikasi yang terjadi di ruang kelas.
Untuk menghindari ketidaklancaran berkomunikasi dalam pembelajaran, guru bisa menggunakan strategi bertanya untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang pemahaman siswa, guru: 1) memancing keluarnya informasi awal untuk mencari cara siswa belajar; 2) menggali informasi lebih jauh bagaimana siswa belajar; dan 3) mendalami informasi untuk melihat intensitas siswa belajar.
Guru juga bisa mengalihkan pembicaraan melalui pertanyaan yang tidak ada kaitannya pembelajaran dan bertujuan: Pertama, pengalihan topik pembicaraan untuk membangun kepercayaan siswa kepada guru. Membicarakan topik yang dipastikan siswa bisa meresponnya dengan baik. Komunikasi ini hanya akan terjadi manakala siswa memiliki rasa percaya diri bahwa apa yang dikatakannya direspon secara konstruktif oleh guru. Kedua, pengalihan topik oleh guru dilakukan agar suasana yang biasanya menegangkan bagi siswa lebih mencair, lebih nyaman.
Kalau guru sudah bisa ‘memancing’ siswa untuk berkomunikasi, akhir pada siswa tumbuh profisensi linguistik atau kecakapan berbahasa, yakni, tingkat penguasaan bahasa individu; sejauh mana seseorang mampu menangkap makna bahasa dan menyampaikan maksudnya dengan bahasa tersebut. (Subyantoro, 2019)
Guru akan memperkenalkan bahwa bahasa itu bukan hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, bahasa bisa sebagai media memanajemen emosi. Dengan kemampuan bahasa yang baik, guru bisa mempermudah materi yang sulit, memberanikan siswa yang penakut, menambah kepercayaan diri bagi siswa yang minder, memperajinkan siswa yang malas, dan ‘menahan’ bagi siswa yang ‘talkative’, dan guru bisa marah dengan cara elegan dan lain-lain.
Guru harus menyadari bahwa “bicara itu ada seni” (Hyang). Guru butuh seni dalam berbicara supaya pembicaraannya komuniktif. Oleh karena itu, agar siswa bisa nyaman menyimak gagasan yang disampaikan guru, maka guru harus mendalami ‘kecakapan berbahasa’.
Dalam mengkomunikasikan materi pembelajaran: pertama, guru dan siswa kesulitan menuturkan apa yang ingin dituturkan hingga ia terjebak pada kesalahan struktur kemudian menjadikan kalimat yang dibentuknya tidak efektif sehingga sulit dimengerti, apalagi membahas sesuatu yang sulit.
Kedua, guru dan siswa hanya fokus pada tata bahasa tetapi kurang memperhatikan maksud pembicaraan. Biasanya, kalimatnya benar secara tata bahasa tapi ‘rumit’ dalam memahami maksud secara pragmatik, karena tidak valid dengan realitas yang ada. Semisal, angin berdiri ditengah hari. Kalimat tersebut sah secara struktur bahasa, tapi tidak secara prakmatik, karena realitasnya angin tidak bisa berdiri di tengah hari.
Ketiga, guru dan siswa yang tidak paham baik tata bahasa maupun maksud yang disampaikan, lantas bagaimana mungkin materi pembelajaran bisa didiskusikan dengan sempurna. Keempat, yang paling diharapkan adalah bahasanya benar secara tata bahasa dan dengan mudah dipahami maksudnya.
Dalam pembelajaran, fungsi bahasa adalah memudahkan, membuat mudah siswa memahami materi pembelajaran. Fokus bahasa guru bukan pada sekadar struktur, panjang atau pendek kalimat, melainkan pada makna, bahasa harus didisain sesempurna mungkin agar dapat dipahami oleh pihak yang sedang berbahasa, yaitu guru dan siswa.
Bagi siswa, berbahasa adalah cara berpikir (Kompasiana). Guru harus memanfaat kemampuan ini sebagai petunjuk bahwa dengan berbahasa yang baik, menandakan bahwa seseorang siswa itu memiliki tingkat kesadaran yang tinggi. Kesadaran bahwa siswa itu sudah memahami sebagian materi pembelajaran, dan apabila ini bisa ditingkatkan tentu siswa itu akan menguasai secara utuh materi tersebut.
Ada hal menarik bahwa semakin tinggi tingkat literasi termasuk literasi berbahasa berbanding lurus dengan tingkat kebahagiaan atau kesenangan. Artinya, semakin lancar seseorang dalam berkomunikasi, semakin mudah ‘lawan berbicara’ memehami apa yang dikomunikasikan, diindikasi kebahagiaan sedang berpihak kepada orang tersebut (World Happines Report 2017).
Dengan demikian, literasi linguistik, berkomunikasi lancar dan mudah dipahami akan mengangkat harkat dan martabat seseorang. Dia akan dihormati dan disegani. Literasi ini akan memudahkan seseorang untuk dekat lingkungannya karena dia mampu membaca yang tidak hanya membaca yang tertulis melainkan juga realitas, alam sekitar.
Mari buktikan, berbahasa dengan lancar dan komuniktif membuat diri dan orang lain senang dan bahagia.
Penulis : Amri Ikhsan, Pendidik di Madrasah/Guru MAN 1 Batanghari
Discussion about this post