Kearifan lokal dapat dimaknai sebagai suatu perilaku masyarakat setempat yang telah diwariskan dan dikembangkan secara turun temurun untuk dijadikan pedoman dan petunjuk dalam berinteraksi dengan alam dan lingkungan sekitarnya (Vitasurya, 2016: 99). Seloko adat Jambi tidak sekedar peribahasa petatah petitih, atau pantun-pantun. Lebih dalam lagi Seloko adat Jambi merupakan pandangan hidup yang mendasari seluruh kebudayaan yang berkembang dan berjalan di daerah Jambi.
Ini merupakan ungkapan yang mengandung pesan, atau nasihat yang bernilai etik dan moral, serta sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi. Isi ungkapan seloko adat Jambi meliputi peraturan bertingkah laku dalam kehidupan sehari-hari masyarakatnya dan kaidah-kaidah hukum atau norma-norma, senantiasa ditaati dan dihormati oleh masyarakatnya karena mempunyai sanksi. (Amali Muadz).
Seloko itu berisi muatan makna yang bisa menjadi rujukan guru dan siswa untuk lebih termotivasi dalam pembelajaran yang merupakan unsur pendekatan ‘kedisinian’: menggunakan sesuatu yang dekat dengan kehidupan siswa, termasuk adat istiadat (seloko dalam adat Jambi).
Pendekatan pembelajaran kekinian memang harus dipertimbangkan dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan tehnologi informasi dan komunikasi.
Tapi, diyakini, ini belumlah sempurna, jika tidak dipertimbangkan aspek ‘kedisinian’: pendekatan yang melibat konteks kehidupan siswa dan keariefan lokal dan adat setempat.
Ada beberapa alasan mengapa seorang guru harus mempertimbang konsep kedisinian; (1) sebagian waktu siswa berada ditengah masyarakat yang memiliki adat istiadat, tradisi tertentu; (2) di tengah masyarakat, tentu siswa hidup dalam tradisi yang menyatu dengan kehidupan siswa; (3) semakin dekat pendekatan pembelajaran dengan kehidupan siswa, diyakini, semakin ‘nyaman’ siswa dalam belajar; (4) perkembangan pesat ilmu dan teknologi hanya bisa dikendalikan dengan mendekatkan siswa dengan adat istiadat yang ada di tengah masyarakat.
Terkait dengan pembelajaran, kekinian tidak hanya sekedar supaya guru kelihatan ‘keren’, tapi juga harus mengikuti perkembangan zaman yang berlaku saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan, kedisinian, tentu juga harus memperhatikan kearifan lokal (local wisdom), dan menggunakan kosa kata yang biasa digunakan siswa dalam bermasyarakat.
Model pembelajaran kedisinian akan membimbing siswa dalam melakukan penelusuran peristiwa belajar yang terdapat di lingkungan sekitarnya, tempat siswa menjalani kehidupan sehari hari. Karena konsep ini sejalan dengan prinsip pokok pembelajaran abad kekinian yang digagas Jennifer Nichols: (1) Instruction should be student-centered: (2) Education should be collaborative; (3) Learning should have context; (4) Schools should be integrated with society (kedisinian).
Sah-sah saja jika guru bangga mengimplementasikan scientific approach dalam pembelajaran, tapi ‘nikmatnya’ luar biasa kalau guru bisa mensinergikan dengan konsep pembelajaran ‘kedisinian’ yang disesuaikan dengan konteks kehidupan siswa dan lingkungannya.
Dibawah ini beberapa contoh konsep pembelajaran kedisinian yang berpotensi cocok dengan konteks kehidupan siswa di Provinsi Jambi.
Pertama, strategi bacakap handar, strategi ini bisa digunakan untuk melatih peserta didik untuk terbiasa berkomunikasi dalam proses pembelajaran. Tidak semua siswa punya ‘keberanian’ untuk berpartisipasi dalam proses pebelajaran. Dengan strategi ini, siswa diberi panggung untuk menyampaikan apa yang mereka ketahui tetang materi pembelajaran.
Kedua, strategi kenyok ayam bersanggul, strategi ini membantu siswa yang enggan berpartisipasi dalam pembelajaran, siswa cenderung menjadi penonton, kalau tidak dipaksakan, dia tidak akan terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Dengan strategi ini, secara konsisten dan kontinu dan secara individul, guru memberi kesempatan pada siswa ini secara tidak langsung, sehingga siswa ini tidak menyadari bahwa dia sudah terlibat dalam proses pembelajaran.
Ketiga, strategi krinok dewek, belajar itu perlu proses, tidak datang begitu saja. Tentu proses itu tidak berlangsung mudah, banyak tantangan yang harus dihadapi. Dibalik kesulitan itu, guru yang menjalankan strategi ini, berkolaborasi dengan siswa untuk mencari solusi bersama untuk problem siswa. Inti dari krinok dewek adalah peserta menikmati belajar karena terbantu (terhibur) oleh fasilitas yang diberikan oleh guru.
Keempat, strategi dak katik cerito: (1) siswa belajar sebuah materi pembelajaran; (2) membuat catatan tentang apa yang dipahami dari proses pembelajaran itu; (3) catatan itu dikumpulkan sama guru secara acak; (4) guru meminta siswa membaca dan menceritakan catatan itu yang bukan punya sendiri; (5) siswa yang punya catatan itu merespon dan mengomentari cerita temannya; (6) guru menjadi faslitator dialog itu; (7) siswa saling belajar dari bacaan catatan pelajaran itu.
Berhubungan dengan seloko yang merupakan petatah petitih sastra adat jambi yang berisikan nasehat, motivasi dan pandangan-pandangan serta pedoman hidup, yang berisikan arahan arahan dalam melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan. Ini bisa dimanfaatkan untuk menambah ‘energi’ guru dan siswa dalam pembelajaran.
Guru dan siswa bisa memanfaatkan seloko: “Dialah ayam jantan dalam negeri, yaitu ayam yang langsing kukuk, nylang mata, tajam paruh, lapang dada, lebar sayap, siba ekor, runcing taji, kuat kaki, luas kening, dan bintik bulu: guru yang ideal ialah orang yang memiliki kehalusan budi, pemberani, lapang dada, luas pikiran dan pengalaman, serta kokoh dalam menghadapi segala bentuk persoalan. Jika segala kebaikan tersebut telah dimiliki, maka siswa akan nyaman dalam belajar.
Kemudian, Tibo diperut idak dikempeskan, tibo dimato idak dipicingkan. Kalau memang didalam pembelajaran, disiplin harus ditegakkan, menghukum harus adil tanpa pilih kasih. Tidak boleh ada siswa yang dekat dengan guru, misalnya, mendapat perlakuan khusus.
Hendaknyo masalah iko Jatuh ke api hangus, jatuh ke aek hanyut. Kalau tugas atau latihan, hendaknya diselesaikan tuntas di sekolah/madrasah, jangan menambah beban setelah pulang sekolah yang mengganggu kehidupan siswa ditengah masyarakat.
Awak pipit nak nelan jagung. Dalam pembelajaran, guru harus mempertimbangkan materi yang bisa dengan mudah dipahami siswa, jangan sekali kali memberi materi diluar kemampuan siswa, misalnya semua guru memberi tugas kepada siswa, tanpa mempertimbangan kemampuan, kapasitas, kapabilitas dan waktu siswa.
Kalu aek keruh di muaro, cubo tengok ke hulu. Kalau dalam proses pembelajaran, ada siswa yang memiliki masalah, jangan langsung dimarahi, lihat dulu penyebabnya, bisa saja masalah yang bukan karena belajar tapi masalah lain, misalnya keluarga, yang membuat siswa itu terbebani di kelas.
Kecik dak besebut namo Besak dak besebut gela. Guru tidak boleh membeda-beda siswa antara miskin dan kaya, orang desa dan orang kota, dll. Semua siswa sama, semuanya diberi kesempatan yang sama.
Supayo disisik disiangi dengan teliti Dak ado silang yang idak sudah Dak ado kusut yang idak selesai. Setiap masalah yang terjadi selama proses pembelajaran pasti ada jalan keluarnya, maka guru dan siswa harus bersinergi untuk mencari solusi dari setiap permasalahan tersebut.
Bunyi siamang dibukit pangkah Turun kelukuk makan padi Kalau tergemang ulak langkah Sementaro main belum jadi: Agar anak belajar yang sebenarnya, orang tua harus ikut memperhatikan perangai dan tingkah laku atau budi pekerti putra putrinya.
Kita perlu tekhnologi sebagai media pembelajaran, tapi kita juga memerlukan ‘penyemangat untuk bekerja. Ini bisa ditemukan dalam seloko adat Jambi. Belajar sambil melestarikan kearifan lokal.
Penulis : Amri Ikhsan, Pendidik di MAN 1 Kabupaten Batanghari
Discussion about this post