SINARJAMBI.COM – Menanggapi tingginya importasi daging sapi dan lembu pada bulan Juli 2021 yang mencapai 71,72 juta dolar AS atau setara Rp1,076 triliun (kurs Rp15 ribu), Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengkritisi dukungan APBN belum menampakkan hasilnya dalam upaya mengurangi importasi. Di sisi lain, Komisi IV DPR RI telah mendukung berbagai program yang berhubungan dengan peningkatan produksi sapi.
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) ini menyampaikan, berbagai program tersebut di antaranya, penyelamatan sapi betina produtif, program UPPO (Unit Pengolah Pupuk Organik), program sensus SAPI, UPSUS SIWAB (Sapi Indukan Wajib Bunting), program peningkatan produksi susu nasional, dan berbagai program lain yang spesifik untuk menahan laju importasi daging sapi.
“Pada bulan Juli lalu kan kita merayakan Iduladha, banyak peternak yang mengeluh ternaknya tidak terjual maksimal di momen yang paling dinantikan dalam setahun akibat adanya pembatasan-pembatasan akibat pandemi. Tapi agak aneh importasi bulan Juli 2021 malah tinggi sekali. Bahkan bila dibandingkan bulan sebelumnya meningkat 10,5 persen,” keluh Akmal dalam siaran persnya, Senin (23/8/2021).
Akmal meminta kepada Kementan agar target peningkatan kesejahteraan petani melalui tiga program strategis dapat terealisasi. Penyediaan layanan Kredit Usaha Rakyat (KUR), program Gerakan Tiga Kali Ekspor (Gratieks) dan pembentukan Komando Strategi Pembangunan Pertanian (Kostra Tani) jangan sekadar nama indah yang harus mengakar di masyarakat, riil ada terasa di lapangan sampai ke desa-desa sentra tani di seluruh Indonesia.
Menanggapi Kementerian BUMN yang akan memperkuat kapasitas produksi daging nasional melalui PT Berdikari (persero), Akmal mengatakan jangan sekedar lips service saja. Menurut legislator dapil Sulawesi Selatan II ini, sejak 20 tahun lalu, Komisi IV DPR RI selalu mendukung pada perbaikan sistem yang mendukung ekosistem produksi daging nasional, tapi hingga kini tiap bulan selalu ada importasi daging.
“Kita ini punya sentra-sentra sapi yang tersebar di seluruh Indonesia. Kolaborasi sapi sawit, sapi tebu dan lain-lain sudah dilakukan. Pada kenyataannya, selalu alasan sebaran logistik menjadi salah satu alasan untuk Impor. Biaya transfer sapi dari luar Jawa ke Pulau Jawa lebih mahal dari biaya mendatangkan daging sapi dari luar negeri. Ingat, Indonesia ini sudah banyak defisit akibat pandemi. Janganlah importasi ini terus dibiasakan bila sumber daya nasional masih dapat dioptimalkan,” urainya lebih lanjut.
Akmal menyampaikan, saat ini Indonesia mengalami defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepanjang 2020 sebesar Rp956,3 triliun. “Saya masih berharap ada kolaborasi Kementerian Pertanian dan BUMN untuk mewujudkan produksi daging sapi nasional untuk menekan importasi. Kita lihat tahun depan, pemerintah ini prestatif atau hanya lips service untuk persoalan importasi daging sapi ini,” tutup Akmal. (dep/sf)
Discussion about this post