SINARJAMBI.COM – Kedeputian Bidang Hukum dan Kerja Sama Badan Narkotika Nasional (BNN) kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan topik pembahasan utama Rancangan Undang-Undang (RUU) Narkotika, di Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Kamis (30/5).
Setelah sebelumnya membahas RUU Narkotika dari sisi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat, pada hari kedua FGD ini membahas tentang bagaimana BNN memandang RUU Narkotika dari sisi rehabilitasi dan pemberantasan.
Dalam forum diskusi, BNN menghadirkan Deputi Hukum dan Kerja Sama, Drs. Agus Irianto, S.H., M.Si., M.H., PH.D., Direktur PLRKM Deputi Bidang Rehabilitasi, dr. Amrita Devi, Sp.KJ., serta Direktur Psikotropika dan Prekursor Deputi Bidang Pemberantasan, Drs. Aldrin M. P. Hutabarat. Sedangkan narasumber lainnya berasal dari eksternal BNN, yaitu Muhammad Waliyadin dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, serta Asmin Fransiska, Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.
“Hari ini adalah kelanjutan dari FGD kemarin, di mana kita membahas RUU Narkotika dari sudut pandang rehabilitasi dan pemberantasan. Kita melihat tantangan ke depan tidak semakin ringan, tapi semakin banyak,” ujar Agus Irianto.
Melihat masalah Narkotika yang terjadi di Amerika Serikat belakangan ini, Deputi Hukum dan Kerja Sama BNN RI mengatakan bahwa Negeri Paman Sam tengah menghadapi dua kartel besar, yaitu Jalisco dan Sinaloa. Diketahui bahwa jaringan tersebut juga memiliki kaki tangannya di Indonesia. Karena itu, menurut Agus Irianto, RUU Narkotika perlu diperkuat lagi untuk menghadapi ancaman tersebut dengan menghindari terjadinya tumpang tindih kebijakan.
“RUU Narkotika ini Kita melihat bahwa ada hal-hal yang harus diperbaharui, kemudian jangan sampai ada yang tumpang tindih. Ini benar-benar harus mencerminkan proses pencegahan dan pemberantasan narkotika serta psikotropika yang dilakukan secara maksimal. Sehingga RUU ini memberikan daya dukung terhadap tugas pokok dan fungsi BNN ke depan,” jelasnya.
Sementara itu, Muhammad Waliyadin melalui FGD ini memandang RUU Narkotika sebagai acuan ke depan agar tercipta undang-undang yang full power. Mengingat pembahasan RUU tentang perubahan atas UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut telah dilakukan sebanyak delapan kali, sejak 18 November 2021 dan terakhir 12 September 2023, hingga akhirnya ditetapkan sebagai RUU Prolegnas Prioritas Tahun 2024.
“Saya berterima kasih dengan forum ini memberikan kritikan dan masukan di dalam rangka penyempuranaan dari undang-undang ini. Tentunya masukan dari forum ini harus dikaji lagi, apakah menjadi rumusan dalam rangka pencapaian serta tujuan dari RUU Narkotika,” imbuh Muhammad Waliyadin. (*)
Discussion about this post