SINARJAMBI.COM – Reforma Agraria merupakan salah satu perwujudan pelaksanaan dalam menata kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah agar lebih berkeadilan serta menyejahterakan masyarakat melalui penataan aset yang diikuti dengan penataan akses. Reforma agraria menjadi penting, karena adanya angka ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah di Indonesia, serta masih banyaknya sengketa dan konflik pertanahan di beberapa daerah yang memerlukan peran dan kehadiran negara.
Salah satu kegiatan Reforma Agraria, yaitu redistribusi tanah yang objeknya berasal dari tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) atau tanah hasil penyelesaian konflik pertanahan, yang salah satunya berupa usulan dari organisasi masyarakat sipil. Seperti yang terdapat di Desa Ongkaw III, Kecamatan Sinonsayang, Kabupaten Minahasa Selatan, Provinsi Sulawesi Utara. Di mana terdapat best practice penyelesaian konflik pertanahan yang melibatkan partisipasi masyarakat serta kolaborasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Kami sangat bersyukur pemerintah masih peduli kepada kami, jadi sekarang tanah ini sudah bersertipikat, artinya sudah sah jadi milik kami,” tutur Jamila Mokodompit (72), salah seorang penerima sertipikat hasil dari program redistribusi tanah. Ia hadir dengan semangat jiwa mudanya untuk menerima sertipikat tanah secara langsung dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto, pada Kamis (15/09/2022).
Wanita yang lahir pada tahun 1950 ini menjadi saksi betapa sulitnya masyarakat untuk mendapatkan haknya. Ia mengaku, sempat terjadi tarik ulur antara masyarakat dengan perusahaan terkait kepemilikan lahan seluas kurang lebih 223 hektare. Namun, dengan adanya Reforma Agraria, Jamila Mokodompit merasa bahwa pemerintah hadir dan peduli kepada masyarakat kecil seperti dirinya.
“Kini kami bisa tersenyum manis, Pak. Merasakan kehadiran negara, mendapatkan kepastian hukum dan rasa keadilan kami dapatkan. Terima kasih yang seluas-luasnya untuk Bapak Presiden beserta jajaran karena telah mewujudkan Reforma Agraria di desa kami,” ujarnya saat diwawancara pada lokasi penyerahan sertipikat.
Di sisi lain, Bobby Waroka (54) selaku bagian dari petani penggarap juga merasakan kepedulian negara kepada masyarakat melalui program Reforma Agraria. Ia turut bekerja sama dengan pemerintah dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di desanya, mulai dari dialog awal hingga terbitnya kesepakatan antar pihak.
“Kita bersyukur. Tidak mudah untuk menyelesaikan konflik ini, Pak. Konflik ini sudah berjalan selama 33 tahun sejak 1988 dengan melibatkan beberapa pihak yang berkepentingan. Mudah-mudahan penyelesaian konflik di sini dapat menjadi model penyelesaian konflik pertanahan untuk wilayah lainnya, dan semakin banyak masyarakat yang mendapatkan hak-haknya seperti kami di sini,” pungkas Bobby Waroka. (LS/YZ/PHAL)
Discussion about this post