SINARJAMBI.COM – Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menegaskan perlunya koordinasi bersama (recover stronger, recover together) dalam momentum pemulihan ekonomi global. Dikutip di laman BI, Minggu (20/22022) dijelaskan terdapat tiga kunci untuk melangkah ke depan menyambut peradaban baru (new civilization) di dalam koordinasi kepemimpinan G20.
Pertama, kerja sama dalam kesehatan melalui bantuan bagi negara lain yang belum optimal dalam melakukan vaksinasi. Kedua, bersama mengatasi masalah terkini yaitu normalisasi negara maju dalam rangka pemulihan bersama. Dan ketiga, bersama mencapai pertumbuhan yang lebih kuat dengan mengatasi isu masa depan yang sudah dimulai yaitu produktivitas, digitalisasi dan lingkungan.
Demikian disampaikan dalam high level discussion “Policy Normalization and Global Growth Momentum” (19/2) yang merupakan bagian dari rangkaian side events pertemuan kedua tingkat Deputi Kementerian Keuangan dan Bank Sentral (Finance and Central Bank Deputies Meeting/FCBD) dan pertemuan pertama tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (Finance Ministers and Central Bank Governors Meetings/FMCBG) Presidensi G20, yang berlangsung sejak tanggal 14 Februari 2022 di Jakarta.
Dalam diskusi yang berlangsung, mengemuka pentingnya pendekatan yang tepat dalam kebijakan menghadapi normalisasi dan scarring effect yang membayangi perekonomian. Maka, kebijakan yang ditempuh perlu mempersempit celah produktivitas (productivity gap) melalui peningkatan keterampilan tenaga kerja, mendukung perluasan aset tak berwujud dalam transformasi digital, dan memperluas akses bagi pasar yang dinamis seperti industri berbasis digital.
Diskusi juga membahas mengenai tantangan dalam mencapai stabilitas sistem keuangan global antara lain digitalisasi dan perubahan iklim. Tantangan digitalisasi yang dimaksud termasuk keuangan inklusif dan perkembangan mata uang digital. Peran penting sektor keuangan dalam mempertahankan momentum pemulihan, antara lain dalam menyerap guncangan, mendukung transisi ekonomi hijau, mengembangkan produktivitas melalui sarana baru dalam pembayaran, dan keuangan inklusif.
Lebih lanjut, intermediasi keuangan, inovasi teknologi keuangan, dan isu perubahan iklim menjadi tiga aspek utama dalam pemulihan. Krisis 2008 dan pandemi Covid-19 memberikan pelajaran untuk memperkuat ketahanan sistem keuangan. Kedua guncangan tersebut memberikan pemahaman pentingnya likuiditas pasar dalam mendukung fungsi intermediasi.
Sistem keuangan semakin berkaitan, sehingga lembaga internasional seperti Financial Stability Board (FSB) berfungsi menelaah sistem keuangan secara holistik untuk melihat kerentanan yang ada, termasuk risiko perubahan iklim. Tak ketinggalan, kita perlu mengantisipasi tantangan sektor keuangan, antara lain risiko tekait normalisasi, scarring effect, serta perilaku pengambilan risiko yang berlebihan menjadi hal yang perlu dicermati.
High level discussion ini dibuka oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo, yang sekaligus menekankan pentingnya setiap negara untuk keluar dari pandemi yang berdampak pada sektor riil dan sektor keuangan, guna menuju pemulihan dan mencapai stabilitas sistem keuangan global.
Sesi kedua perhelatan tersebut, bertitel “Global Financial Stability and Its New Challenges”, dimoderatori langsung oleh Deputi Gubernur Senior Bank Sentral Italia, Luigi F. Signorini, dan turut serta dalam diskusi antara lain Deputi Gubernur Bank Indonesia, Juda Agung, Gubernur Bank Sentral Australia, Philip Lowe, Sekretaris Umum Financial Stability Board (FSB), serta Dietrcih Domansk, Secretary General of Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Marthias Comann. (*/Lan)
Discussion about this post