SINARJAMBI.COM – Apakah Anda pernah mendengar istilah Delisting di dunia pasar modal khususnya saham? Bagi Anda yang berinvestasi di pasar modal tentunya sudah sangat familiar dengan istilah delisting saham. Berinvestasi pada saham tentunya memiliki potensi memperoleh return yang tinggi, akan tetapi melekat juga risikonya dimana salah satunya adalah delisting saham.
“Di pasar saham terdapat aksi korporasi yang dikenal dengan nama delisting saham yaitu merupakan penghapusan suatu emiten di bursa saham secara resmi yang dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Artinya, saham yang sebelumnya diperdagangkan di BEI akan dihapus dari daftar perusahaan publik, sehingga sahamnya tidak dapat diperjual belikan secara bebas di pasar modal,” demikian dikutip dari laman resmi OJK, Sabtu (11/5/2024).
Jadi, tidak selamanya saham dapat diperjual-belikan. Emiten yang telah tercatat dan diperdagangkan di BEI bisa keluar atau dikeluarkan apabila terjadi kondisi-kondisi tertentu pada emiten. Penghapusan ini bisa bersifat sukarela (voluntary delisting) maupun paksaan (force delisting).
Delisting sukarela (voluntary delisting) adalah delisting saham secara sukarela yang diajukan oleh emiten sendiri karena alasan tertentu. Biasanya delisting ini terjadi karena beberapa penyebab diantaranya emiten menghentikan operasi, bangkrut, terjadi merger, tidak memenuhi persyaratan otoritas bursa, atau ingin menjadi perusahaan tertutup.
Kerap kali delisting sukarela mengindikasikan kesehatan keuangan perusahaan atau tata kelola perusahaan yang kurang baik. Selain itu, delisting juga bisa terjadi karena volume perdagangan saham yang rendah.
Dalam delisting sukarela ini, pemegang saham akan menerima hak-haknya karena ada kewajiban emiten untuk menyerap saham di publik pada harga yang wajar.
Selanjutnya, delisting paksa (force delisting) terjadi ketika perusahaan publik melanggar aturan dan gagal memenuhi standar keuangan minimum yang ditetapkan oleh otoritas Bursa. Delisting ini biasanya terjadi karena emiten tidak menyampaikan laporan keuangan, keberlangsungan bisnis perusahaan dipertanyakan, dan tidak ada penjelasan selama 24 bulan.
“Ketika perusahaan tidak memenuhi aturan, maka BEI akan mengeluarkan peringatan ketidakpatuhan. Jika hal ini berlanjut, maka Bursa dapat menghapus saham itu dari pasar saham,” tulis OJK.
Pertanyaanya, apabila para investor saham kebetulan memegang saham suatu emiten dan ternyata emiten tersebut bangkrut atau delisting, bagaimana nasibnya? Apakah uang investasinya juga hilang?
Pada dasarnya, dana tersebut bisa kembali ke pemegang saham, Tetapi pada prosesnya tidaklah mudah. Perusahaan yang bangkrut dan dilikuidasi maka prosesnya harus melalui penetapan pengadilan. Caranya adalah dengan menjual seluruh asetnya dan hasilnya digunakan untuk memenuhi kewajiban perusahaan (membayar utang).
“Selanjutnya, pemegang saham adalah pihak paling terakhir yang menerima hasil likuidasi tersebut. Pada praktiknya, jarang terjadi dana hasil likuidasi sampai ke pemegang saham emiten tersebut, karena umumnya dana tersebut akan habis dipakai untuk membayar utang perusahaan terlebih dahulu,” tutup OJK. (*)
Discussion about this post